Sabtu, 19 November 2016

F o o l i s h n e s s

Sudah sekian lama. Sudah terlalu lama.
Dulu, aku terus saja menghitung waktu.
Waktu pun berlalu. Dan keinginanku  menunggu yang tak perlu itu membuatku dungu-semakin dungu tepatnya, karena membuat cerita yang tak seharusnya ada adalah kebodohan tak termaafkan.
Kemudian betapa semakin bodohnya, aku masih saja terganggu rasa rindu. Masih saja semua kata yang pernah diucapkannya terngiang-ngiang ditelingaku. Masih saja raganya tercipta dalam khayalku.  

Selesai itu belum tentu usai. Berhenti itu belum tentu mati.

Begitu hatiku bicara, lalu otakku menertawakannya.

Semoga terampuni semua yang pernah terjadi. Tak ingin lagi aku lalui, walau jalannya begitu penuh hiasan rupa warna, tak ingin lagi aku ingin tahu, tak mau lagi aku melewati.

Skenario-Nya sudah sangat luar biasa. Hanya aku yang masih saja mencari jalan cerita. Dan pada sebuah ruang bernama sesal akhir kisahnya.

Kusadari bahwa semua telah memiliki waktunya sendiri.
Bahkan sandungan batu uji sudah tepat pada saatnya. Tak ada yang terjadi tanpa ijin-Nya. Tapi aku menjalaninya dengan bekal keranjang-keranjang kebodohan yang memberatkan, melelahkan, hilang daya dan nyaris pingsan.

Kini, aku masih diberi waktu.
Dalam sebuah perjalanan yang telah lalu, ada banyak pelajaran untukku.
Bila memang harus untukku tak akan luput dariku. Jika bukan untukku, tak akan pernah ada dalam genggamanku meski setengah mati usahaku ingin memiliki.

Demikian takdir dituliskan, limapuluh ribu  tahun lalu sebelum bumi diciptakan.


2 komentar:

komentar/ulasan :